Seluruh rangkaian upacara adat dianggap penting
karena mengandung banyak simbol kebaikan untuk kedua pengantin.
Masyarakat
Palembang sangat menghargai dan menjunjung tinggi adat-istiadat leluhurnya.
Berbicara tentang ini, tentu tak terlepas dari sejarah keemasaan Kerajaan
Sriwijaya yang hingga kini tetap dikenang dengan segala kebesarannya. Emas
adalah bagian yang tak terpisahkan karena wilayah ini dulu dikenal dengan
kekayaan emasnya yang melimpah, bahkan sampai diekspor sebagai komoditi
berharga. Tak heran jika nuansa emas kerap ditemui dalam tradisi adat
Palembang, seperti acara perkawinan. Busana pengantin Palembang pun turut
didominasi oleh warna emas.
Berikut adalah berbagai
tahapan adat dalam pelaksanaan upacara perkawinan masyarakat Palembang, mulai
dari acara madik sebagai pembukanya sampai acara munggah sebagai puncak dari
keseluruhan rangkaian prosesi adat.
Madik
Tahap awal yang dilakukan
saat memulai rangkaian prosesi pernikahan Palembang adalah acara madik, yang
berarti mendekati atau pendekatan. Ini semacam proses penyelidikan keberadaan
sang gadis oleh utusan keluarga pihak pria. Tujuannya untuk mengetahui
asal-usul, silsilah keluarga, sekaligus mencari tahu apakah gadis itu sudah ada
yang punya atau belum.
Menyenggung
Tahap menyenggung dilakukan
bila proses madik telah terlaksana, yang artinya memasang “pagar”. Tujuannya
agar gadis itu tidak dapat diganggu oleh senggung (arti kiasan, berarti sejenis
hewan musang), yang arti sesungguhnya tidak diganggu oleh pria lain. Acara ini
untuk menunjukkan keseriusan calon pengantin pria (CPP).
Keluarga pria datang
mengirimkan utusan ke rumah sang gadis sambil membawa tenong/sangkek yaitu
anyaman bambu berbentuk bulat atau persegi empat yang dibungkus dengan kain
batik bersulam benang emas. Tenong diisi dengan aneka bahan makanan seperti
telor, terigu, mentega, yang disesuaikan dengan keadaan keluarga sang gadis.
Ngebet (Membuat Ikatan)
Bila acara senggung sudah
dilaksanakan, pihak keluarga pria akan kembali mengunjungi rumah calon
pengantin wanita (CPW) sambil membawa tenong sebanyak tiga buah berisi terigu,
gula pasir dan telor itik. Pertemuan kedua keluarga ini sebagai tanda kalau
kedua pihak sudah nemuke kato atau sudah sepakat kalau sang gadis telah
“diikat”. Sebagai tanda ikatan, pihak pria memberikan bingkisan kepada keluarga
wanita berupa bahan busana/kain juga perhiasan kalung, cincin atau gelang.
Berasan
Untuk menyatukan dua
keluarga menjadi satu diperlukan musyawarah, karenanya acara berasan diadakan.
Tujuannya untuk membicarakan syarat-syarat yang diminta pihak wanita, juga apa
yang akan diberikan oleh pihak pria. Kedua pihak saling bermusyawarah tentang
persyaratan perkawinan, baik secara adat dan agama. Menurut agama, kedua pihak
harus sepakat mengenai besarnya mahar atau mas kawin. Sedangkan menurut adat,
kedua pihak harus sepakat mengenai tata cara adat yang nanti akan dipakai.
Acara ini berlangsung penuh
keakraban, saling berbalas pantun dan jamuan makan bersama. Saat itu CPW akan
diperkenalkan kepada seluruh anggota keluarga pihak pria. Saat ini juga
ditentukan kapan hari yang dianggap tepat untuk acara mutuske kato.
Mutuske Kato/Mutus Rasan
Keluarga CPP datang membawa
tujuh buah tenong berisi gula pasir, terigu, telor itik, pisang dan buah-buahan
ke rumah CPW, dan menyerahkan persyaratan adat yang disepakati saat acara
berasan. Acara diakhiri dengan doa memohon keselamatan. Lalu CPW melakukan
sungkem pada calon mertua. Biasanya calon mertua akan memberikan perhiasan emas
kepada calon menantunya. Sebagai balasan, saat rombongan CPP pulang, tujuh
tenong yang dibawa tadi, dibalas oleh pihak keluarga CPW dengan isian aneka
jajanan dan kue.
Nganterke Belanjo
Acara ini mirip acara
serah-serahan yang dilakukan sebelum acara munggah. Sejumlah barang antaran,
setidaknya 12 buah, diletakkan dalam nampan berisi aneka kebutuhan pesta
seperti terigu, gula pasir, buah-buahan dan kue. Selain itu, diantarkan juga
enjoan atau pemberian yang telah ditetapkan saat acara mutuske kato.
Untuk melaksanakan adat
ngelamar (gegawang), keluarga CPP mengantarkan ponjen warna kuning berisi uang
belanja, beberapa ponjen diisi dengan koin uang logam, selendang songket, baju
kurung, kain songket serta sebuah ponjen berisi uang untuk acara timbang
pengantin dan 12 nampan berisi barang keperluan pesta dan kembang setaman yang
ditutup dengan kain sulam berenda.
Persiapan Menjelang Akad Nikah
Sebelum hari perkawinan,
calon pengantin menjalani ritual khusus untuk kesehatan dan kecantikannya.
Antara lain, ritual betangas yaitu mandi uap dan ritual bebedak, lalu bepacar,
yaitu pemberian inai pada kuku jari tangan dan kaki, juga telapak tangan dan
kaki, yang disebut ritual pelipit. Warna merah dari daun pacar (inai) dipercaya
dapat mengusir gangguan makhluk halus dan mampu memberi kesuburan bagi CPW.
Upacara Akad Nikah
Sesuai tradisi, bila akad
nikah berlangsung sebelum acara munggah maka terlebih dahulu utusan CPW akan
melakukan acara nganterke keris ke rumah CPP.
Munggah
Tahap ini disebut juga
acara puncak. Acara dimulai dengan kedatangan rombongan keluarga pengantin pria
sambil membawa sejumlah barang antaran, 12 macam, yang berisi tiga set kain
songket, kain batik Palembang, kain jumputan, kosmetik, buahbuahan, hasil bumi,
aneka kue, uang dan perhiasan sambil diiringi dengan bunyi rebana.
Setibanya di rumah
pengantin wanita, ibu pengantin wanita membalutkan selembar kain songket motif
lepus ke punggung pengantin pria lalu menariknya menuju kamar pengantin wanita,
disebut acara gendong anak mantu. Sesampainya di depan pintu kamar, dilakukan
acara ketok pintu dengan didampingi utusan yang dituakan, disebut tumbu jero.
Setelah pintu dibuka, pengantin pria membuka kain selubung yang menutupi wajah
istrinya yang disebut acara buka langse.
Lalu dilakukan acara suapan
dimana orangtua pengantin wanita menyuapi dengan nasi ketan kunyit dan ayam
panggang. Kemudian diadakan acara cacap-cacapan yaitu orangtua pengantin pria
mencacap/mengusap ubun-ubun kedua pengantin
dengan air kembang setaman sebagai tanda pemberian nafkah terakhir. Setelah itu acara sirih panyapo dimana pengantin wanita memberikan sirih pada suaminya sebagai perlambang dalam hidup keluarga mereka akan saling memberi dan menerima. Terakhir, diadakan upacara timbang adat yaitu topi pengantin pria ditimbang sebagai simbol bahwa mereka akan seia sekata menjalani kehidupan perkawinan.
dengan air kembang setaman sebagai tanda pemberian nafkah terakhir. Setelah itu acara sirih panyapo dimana pengantin wanita memberikan sirih pada suaminya sebagai perlambang dalam hidup keluarga mereka akan saling memberi dan menerima. Terakhir, diadakan upacara timbang adat yaitu topi pengantin pria ditimbang sebagai simbol bahwa mereka akan seia sekata menjalani kehidupan perkawinan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar